Rabu, 24 April 2013

Antara IPA dan IPS

Hello, guys! How are ya? Sudah cukup lama sejak saya meninggalkan blog ini tanpa post baru. Dan kini, saya akan menulis tentang salah satu topik yang mungkin menjadi salah satu penyebab kegalauan anak SMA kelas X. Tentang IPA dan IPS. Mungkin seharusnya saya menulis judulnya menjadi "IPA atau IPS", ya... Namun,saya pikir akan lebih baik bila saya menghubungkannya dalam konjungsi "dan", sebab IPA dan IPS memang berbeda, namun saling melengkapi.

Sebagai mantan anak SMA, topik mengenai penjurusan ini memang termasuk topik yang sensitif dan bahkan terkadang menyebabkan kegalauan yang membuat tak enak makan dan tidur (lebay -___-). Bagaimana tidak? Penjurusan sendiri merupakan tahap awal penentuan masa depan, meskipun memang tidak terlalu menentukan. Toh, pada akhirnya, terkadang banyak siswa SMA yang memilih kuliah di jurusan yang sama sekali berbeda dengan jurusan di SMA yang dulu ia pilih. Penjurusan IPA dan IPS ini sekarang bahkan menimbulkan adanya strata sosial di kalangan anak SMA dan akhirnya, menjadi sesuatu yang menjurus pada adanya pemberian status sosial. Dan satu lagi, ada juga yang menjadikan jurusan IPA sebagai prestige yang patut dibanggakan! Ya Tuhaaan.... Yaah, ada banyak sekali macamnya ya jaman sekarang ini, tapi begitulah keadaannya.

Post kali ini sebenarnya lebih ingin memberikan sedikit tips bagi yang sedang menentukan penjurusan. Memang sih, ada beberapa SMA yang masih menggunakan cek nilai saja untuk menentukan penjurusan, tapi saya yakin ada beberapa dari pembaca yang berada di SMA yang memang pilihan mereka menentukan masuk jurusan mana. Yup, langsung saja!

1. Tentukan passion dan tujuan kalian
    Ini penting! Mengingat ini salah satu yang bisa dibilang menentukan akan jadi apa dan akan melakukan apa kalian di masa depan. Tentukan pula apakah tujuan dan passion kalian akan selaras atau tidak satu sama lainnya. Bila tujuan kalian ternyata tidak selaras dengan passion kalian, tentunya ditakutkan nantinya kalian akan repot sendiri. "Repot" di sini juga tidak bisa saya jelaskan secara rinci karena "repot" yang saya maksud rada abstrak dan berbeda bagi tiap orang.

2. Tentukan batas kemampuan kalian
    Setelah menentukan poin no. 1 di atas, ada baiknya kalian mulai memahami diri kalian sendiri. Pahami baik-baik sejauh mana batas kemampuan kalian pada pelajaran tertentu. Apakah ada kesulitan? Kemampuan itu bisa seperti: "apakah saya baik dalam hitung-hitungan?", "apakah nalar saya jalan bila sudah berhadapan dengan angka?", "apakah otak saya berjalan dengan baik bila sudah berhadapan dengan hapalan?', "apakah saya lebih nyambung bila sudah masuk tentang logika?". Tanyakan baik-baik dan pahami diri kalian. Pahami pelan-pelan, namun fokus.

3. Konsultasikan ke orang tua
     Setelah memahami semuanya, coba tanyakan dengan orang tua. Tak ada salahnya menyelipkan topik ini ketika mereka sedang santai atau sedang dalam keadaan tidak punya pikiran/beban pekerjaan (untuk menghindari si ortu lagi sensi. Tahu sendiri kan kalo orang lagi sensi dan stress, marahnya bisa kayak apa? ^__^"). Jelaskan baik-baik keadaan kalian, kesulitan kalian, dan bagaimana sebaiknya. Memang mungkin ada kalanya si ortu akan memberikan pilihan yang menurut kalian kurang "sreg", kalau sudah begini, coba tanyakan kenapa si ortu memberikan pilihan tersebut sementara kalian sendiri belum pede dengan pilihan beliau-beliau itu.

4. Konsultasikan ke guru BK
    Bila masih belum dapet pencerahan, saatnya bertemu dengan guru BK. Jelaskan masalah kalian dengan baik, sama seperti poin pertama. Guru BK biasanya akan melihat kejiwaan kalian (karena rata-rata guru BK berasal dari anak-anak psikologi, yaa... meneliti bagaimana kebiasaan kalian dan melihat potensi kalian lewat kejiwaan kalian). Saran saya sih, mulai sekarang coba deh sering ngobrol sama guru BK.

5. Cari sebanyak-banyaknya informasi mengenai jurusan pilihan dan tujuan kalian
    Sering-seringlah bertanya pada senior-senior yang kalian percaya untuk ditanya soal ini. Tanyakan pertanyaan seputar cara belajarnya, kesulitannya di jurusan itu, atau apapun yang ingin kalian ketahui. Berhubung mereka sedang atau sudah mengalami, tentu kalian akan diberikan pandangan dan perspektif yang berbeda.

6. Lakukan tes buta warna atau tes yang berkaitan dengan prasyarat tujuan kalian
     Tes buta warna? Kenapa? Memang mungkin aneh, ya... tapi ini juga penting. Banyak teman dan adik kelas yang saya temui dulu terpaksa harus menahan hati sebab ketika ia dihadapkan pada pemilihan jurusan di perkuliahan, ia ternyata dikategorikan buta warna, sedangkan ia memilih jurusan yang tidak menerima  mahasiswa yang mengalami buta warna. Nah, sebelum kalian mengalami galau di masa kelas XII gara-gara hal begini, cobalah cek mata kalian, apakah ada kelainan atau tidak. Jangan sampai kalian salah!


Itu saja tips-tips yang bisa saya bagikan buat kalian yang masih galau. Semoga membantu ya :)

Jumat, 16 November 2012

A Message

Another day passed by, and here I am. Still with a same blog dan jujur, saya semakin tidak mengerti isi blog ini. Dulu, mungkin memang blog ini ditujukan untuk personal diary yang akhirnya merambat menjadi suatu hobi baru, yaitu menulis hal-hal "random". Saya tidak mengerti kenapa akhirnya memilih untuk terus menulis. Menulis banyak hal, misalnya kegiatan saya di sekolah, curhat tentang "gebetan" hingga akhirnya curhat tentang kegagalan saya.

Saya pertama kali menulis di blog ini pada penghujung tahun 2008, saat itu saya masih duduk di kelas IX SMP. Saya masih ingat post yang saya tulis saat itu memang full of thoughts, dan sekali lagi, tanpa orientasi yang jelas. Sampai sekarang, saya masih bingung, tujuan blog ini APA? Daily thoughts? I don't think so, karena memang isi blog ini bukan hanya tentang itu, meski isinya kebanyakan tentang itu. Yang bisa saya katakan adalah bahwa blog ini adalah blog "gado-gado" yang memang saya persiapkan untuk menampung "gado-gado" pikiran saya.

Tidak terasa, blog ini sudah begitu lama berdiri dan masih berada pada ketidakjelasan tujuan yang sama. Ya iyalah, penulisnya pun masih sama. Dan saya yakin, blog ini salah satu saksi mata perjalanan hidup dan proses kedewasaan saya. Mulai saya masih memakai rok biru tua hingga saat ini, saat saya mulai mengganti semuanya dengan kedewasaan baru (yang saat ini pun masih saya ragukan keberadaannya).

Saya tidak berniat meninggalkan blog ini, saya tidak berniat menghapusnya. Saya hanya ingin hiatus dan membuat sesuatu yang baru, yang lebih "jelas" arah dan tujuannya. Entah itu akan berupa blog tentang kata-kata, tentang makanan, atau mungkin tentang fashion (meski untuk hal satu ini, saya masih ragu untuk terjun di dalamnya karena fashion tidak terlalu saya mengerti dan mungkin memang bukan bidang saya. Haha)

Saya tetap akan menulis di sini, meski tidak tahu kapan saya akan kembali ke "rumah" ini lagi. Tapi percayalah, saya akan kembali.

Dan ketika itu, saya sudah punya cerita baru dengan kekhasan yang sama. Tidak akan berubah, tetap dengan kekhasan saya.


Dan hibernasi pun dimulai....

Minggu, 30 September 2012

Ketika Suatu Kemalangan Diperbandingkan

Ada satu hal yang menarik ketika saya pindah dari Palembang dan kini menetap sementara untuk alasan studi ke Bandung. Saya menemukan banyak sekali hal yang khas di sini, mulai dari bahasa, kebudayaan, hingga kebudayaan saya temukan dengan perbedaan yang kental dengan hal yang ada di daerah asal saya. Tapi ini yang menurut saya paling menarik di antara semuanya. Maaf bila ketika Anda membaca ini, Anda merasa tidak enak hati atau bahkan tersinggung. Ini hanya pendapat saya sebagai seorang manusia yang masih hijau.

Dan hal itu adalah keluhan.

Saya jujur mungkin adalah salah satu orang jutek yang dimiliki dunia ini dan bahkan saya sendiri merasa amat-sangat jutek dan pemikir hal-hal aneh (baca : kepo). Saya jujur adalah orang tidak menyukai keluhan yang terdengar sok paling malang sedunia. Jujur saya, saya juga mungkin sebagai manusia sering sekali mengeluh, namun terkadang keluhan itu sendiri tertahan dengan adanya pemikiran bahwa kita bukan satu-satunya orang yang merasakan kemalangan ini. Dan ini motivasi saya dalam menekan keinginan mengeluh. Hal ini jugalah yang akhirnya membuat saya menjadi annoyed dengan segala bentuk keluhan yang bagi saya sangat kurang bermanfaat.

"Idih, di Dakol sumpah panas banget. Anjiir!"

Kebetulan, saya kini melanjutkan studi di IM Telkom jurusan DKV. Jurusan yang sangat saya idamkan. Dan saya sendiri merasa nyaman belajar di sini. Namun mungkin kenyamanan ini memang agak terganggu dengan keadaan sekitar yang agak lebih panas dari kota Bandung yang terkenal "adem". Kampus saya berada di daerah Dayeuh Kolot, lumayan jauh dari pusat kota, bahkan sudah hampir dibilang Bandung coret. Maka mungkin, keluhan yang banyak dilontarkan mahasiswa ini adalah "panas banget". Saya, yang notabene sudah sangat biasa dengan keadaan panas (karena Palembang lebih panas dari Bandung), tentu hanya bisa menyeringai tiap mendengar keluhan ini. Mereka tentu belum pernah mengunjungi yang lebih panas dari ini.
Palembang lebih panas, beneran. Ada kalanya saya akan dengan senang hati menjelaskan bahwa hawa panas ini bukan apa-apa. Bahkan teman saya sudah sangat jenuh mendengar omelan saya ini. Tapi maaf, saya hanya ingin menjelaskan pada mereka bahwa ini bukan suatu kesialan ataupun kemalangan yang hanya terjadi pada mereka. Jadi daripada mereka menambah kesialan mereka dengan membuang energi untuk mengeluh, mending mereka diam atau mencari sesuatu yang lebih bermanfaat. Mencari kesejukan dengan mengipas diri, mungkin?

"Gila, ini kita jadi botak gini, Ga kece banget."

Keluhan ini sering saya dengar dari mahasiswa baru yang laki-laki. Saya cukup maklum mengapa mereka mengeluhkan hal ini, sebab tampaknya hampir SMA di Bandung tidak mempersoalkan panjang rambut siswanya. Bahkan rambut panjang bagi siswa laki-laki pun diperkenankan. Namun, sebagai keluhan-semihaters nurani saya kembali terusik. Bagaimana tidak? Di SMA saya dulu, siswa laki-laki dilarang keras memiliki rambut gondrong. Bahkan bila rambut mereka kelebihan 2 cm saja dari aturan yang berlaku (aturan yang berlaku rambut harus cepak 1-2 cm. Gak gondrong, ga panjang), itu langsung ditindak oleh guru bagian kesiswaan. Betul, kok! Dan itu terus berlangsung hingga tahun terakhir di SMA saya. Kaget? Kalo nggak kaget juga tidak apa-apa, karena mungkin sekolah Anda juga ada peraturan seperti ini.
Dan kini, maba laki-laki meributkan hal itu, padahal rambut mereka cepak hanya saat ospek, toh setelah ospek pun mereka bisa memanjangkan rambut mereka lagi. Bukankah ini bukan masalah? Jadi kenapa harus dipersoalkan? Bahkan bagi saya, laki-laki lebih bagus kalo rambutnya ga gondrong dan bahkan kerenan agak cepak. Tapi yaaa ga cepak-cepak amat sampe botak yaa. Hehe.

"Makanan asramanya monoton banget. Itu-itu terus."

Btw, apakah sudah saya sebutkan kalau sekarang saya kembali menjadi anak asrama setelah sebelumnya di kelas X saya tinggal di asrama selama 1 tahun? Dan saya kembali di asrama karena sudah ditentukan begitu dari pihak institusinya. Di sini, saya menemukan banyak perbedaan dari asrama saya yang dulu. Di asrama saya sekarang ada TV di setiap lobi, satu kamar 4 orang (di asrama saya saat SMA, 1 kamar diisi 9-10 orang. Bayangkan!), catering makan pagi dan malam yang diantar ke tiap kamar (jaman SMA, kami punya ruang makan dan makanan ambil sendiri secara prasmanan), dll. Di setiap gedung asrama punya resepsionis yang juga menyediakan buku berisi keluhan dari penghuni asrama. Dan, ping! Keluhan di atas saya temukan.
Please, banget... Kalian yang mengeluhkan ini itu sudah sangat beruntung. Bagaimana kalau kalian berada di posisi saya, lalu tinggal di asrama SMA saya yang jelas-jelas tidak secanggih di sini. Makanannya pun menurut saya sudah cukup lumayan. Bicara soal monoton, catering asrama di sini tidak semonoton itu. Jujur saja, makanan di ruang makan asrama SMA saya justru lebih monoton. Hanya ayam, soto, nugget, dll. yang kemudian dikreasikan berbeda. Kadang soto, ayam goreng, dsb. Sedangkan di sini? Menu makannya juga lumayan beragam.
Kita ini sudah mahasiswa, bro, sis! Kalo bisa, coba deh jangan merasa malang sendiri. Banyak kok yang lebih malang dari kita. Sekarang, coba deh bersyukur.


Sebenarnya, ada banyak lagi keluhan-keluhan. Hanya saja, saya coba mengangkat keluhan yang paling banyak dilontarkan saja. Kalau saya bahas lebih banyak, saya tidak yakin saya tahan menuliskannya. Hihi.

Mungkin wajar sih kita mengeluh, kita memang makhluk lemah. Tapi coba juga bersyukur setelah mengeluh, bahkan kalau bisa, kurangi mengeluh dan banyak-banyak bersyukur. Saya rasa, akan lebih efektif lagi kalau Anda saat hendak mengeluh berpikir dulu, "apakah memang saya orang paling malang yang merasakan hal ini?" "apakah saya pantas mengeluh saat orang lain juga merasakan hal yang sama, bahkan lebih dari saya?". Saya yakin Anda akan menemukan jawabannya. Sekali lagi, mengeluh boleh, tapi jangan kebanyakan ngeluh, kan sayang energinya terbuang begitu saja! Lagipula, menurut saya pribadi, mengeluh justru akan menambah kesialan kita karena kita jadi mengirimkan energi negatif ke tubuh hingga ke hati sehingga akan tambah capek. Betul kok! Saya kan juga manusia!

Memang tega sih kalo kita membandingkan kesialan kita dengan orang lain yang lebih sial dan malang, tapi coba deh kita jadiin pelajaran dan motivasi buat mengurangi energi negatif dalam hati dan jiwa. Insya Allah, hidup akan lebih terasa nikmat.

Maaf buat para pembaca yang tidak suka dengan tulisan saya. Saya cuma menyampaikan pendapat. Terima kasih atas waktunya yang sudah terbuang untuk membaca postingan ini.

Enjoy your life! :)


XOXO

Pia

Jumat, 03 Agustus 2012

JANGAN MENYERAH!!!

Tuhan Maha Adil... Maha Mengetahui

Itu yang saya terus yakini sepanjang saya berada di bumi untuk hidup sebagai seorang manusia. Saya terus yakin bahwa Tuhan memang Maha segala-galanya. Paling tahu yang terbaik, paling tahu akan apa saja. Kita manusia ini bagai orang yang disuruh bermain "lek-lek uwong buto", permainan tradisional khas Indonesia (nama ini hanyalah nama yang biasa digunakan di daerah dimana saya tinggal, Palembang), dimana yang jaga harus menangkap pemain lainnya dengan mata tertutup. Yang bisa diharapkan sang pemain hanyalah petunjuk yang diberikan pemain lain. Namun, kita sendiri tidak tahu apakah petunjuk itu benar atau salah, dan itulah pilihan kita, mau mengikuti atau tidak.
Setiap manusia memiliki pilihan hidup, setidaknya setiap pilihan pasti memiliki pengorbanan, dan pasti memiliki opportunity cost masing-masing. Diantara setiap petunjuk berupa pilihan itu, semuanya memiliki tingkat kesulitan berbeda. Sama seperti sebuah game, kita bebas memilih mau difficulty yang mana: easy, medium, hard, atau bahkan tingkat yang lebih sulit lagi. Namun itu di dalam game. Kenyataannya adalah di hidup ini, kita memang bisa bebas memilih mau pilih pilihan yang mana, tapi bagaimana kalau kita dihadapkan pada pilihan yang sulit? Semuanya sulit. Seakan-akan dunia sudah memusuhi kita. Wajar kalau merasa down, yang tidak wajar adalah ketidakdewasaan kita bila nantinya, kita menyalahkan orang lain akan semua pilihan sulit yang diajukan pada kita. Mengapa? Sebab dalam hal ini, tidak ada kata "orang lain", hanya "saya" yang ada.
Setelah bicara soal pilihan, kita akan maju selangkah dan mulai berpikir untuk menuntaskan mission bernama pilihan itu. Sebenarnya sih, pilihan itu cuma sub-mission dan mission sesungguhnya lebih akrab dikenal dengan nama tujuan. Demi menjalankan sub-mission itu kita bakal menemui banyak jalan bercabang dan tidak bisa lurus terus. Mengapa? Sebab, bayangkan saja bila kita terus berjalan lurus tanpa bergerak ke kanan dan kiri, ya bisa terbentur kita. Masih nanya juga :D. Di setiap jalan yang kita telusuri itu pasti membawa kita pada pilihan baru, ketemu jalan baru lagi, ketemu pilihan lagi, begitu seterusnya. Bosan? Kita seharusnya tidak diberi kesempatan untuk merasa bosan, karena waktu dan dunia tidak menunggu kita. Menyerah? Apalagi. Pernah mendengar bahwa dunia bukan untuk orang-orang yang patah semangat. Mungkin memang masih bisa ditinggali oleh orang semacam itu, tapi dia mungkin akan merasakan dunia yang gelap dan dingin, tidak ramah, kecuali bila mereka bangkit.
Bagaimana bila kita akhirnya menemukan jalan buntu, bersama pilihan yang sulit? Yang bisa saya berikan adalah bawa serta pilihan yang menurutmu paling mampu Anda laksanakan dan bersiaplah mendaki tembok yang membuat buntu jalan itu. Atau kalau bisa, hancurkan, sehingga Anda bisa melanjutkan perjalanan Anda. Toh, jalan buntu bukan berarti Anda harus kecewa atau menyerah 'kan? Ingatlah bahwa dibalik jalan buntu pasti ada jalan baru lagi, namun bedanya, jalan itu dibatasi oleh tembok atau bahkan jurang curam. Setiap manusia pasti diberi bekal dalam perjalanannya berupa akal dan hati, itu bisa Anda gunakan sebagai palu untuk menghancurkan tembok ataupun tali untuk membantu Anda menuruni jurang, atau membuat sesuatu lainnya untuk membuat Anda "keluar" dari keadaan "jalan buntu" tersebut.

OKE...

Saya puas sudah menulis intro sepanjang itu, kalianpun sudah bosan membacanya 'kan? Kini muncul lagi pernyataan...

"Ngomong mah mudah, ngejalaninnya? Sotoy amat lu udah ngomong soal kehidupan, masih lulusan SMA juga."

Saya memang masih lulusan SMA, tapi 17 tahun 5 bulan sudah bukan waktu yang singkat dalam mempelajari kehidupan. Meski sedikit, saya sudah juga mengecap bagaimana rasanya hidup. Di dunia ini tidak selamanya "yang tua berpengalaman". Kita semua di dunia ini masih "trainee" semua kok, masih perlu belajar banyak meski Anda sudah berumur jauuuuuuuh lebih tua dari saya.

Jadi, saya ingin sedikit curhat di sini. Yang menginspirasi saya sebenarnya adalah kegagalan saya dalam 3 kali saya mengikuti ujian. Itulah mungkin yang menjelaskan kenapa awalnya saya ingin memberi posting ini dengan judul "Dan Kemanakah Kita, Saat Kita Dipenuhi Lelah, Frustasi, dan Down?" Ya, saya sedang lelah, frustasi, dan down saat ini.

Pertama, SNMPTN. Sejujurnya, saya hanya mengikuti motivasi dari tentor tempat saya belajar bahwa kita harus yakin. Jadilah setelah saya belajar sekeras mungkin, saya coba teriakkan dalam hati bahwa saya harus yakin. Saya merasa yakin dan akhirnya saat pengumuman SNMPTN, saya meratapi layar laptop yang mengatakan bahwa saya tidak lulus. Oke, saya kembali bangkit beberapa jam setelah itu.

Kedua, saya mengikuti ujian universitas lain, dimana nilai SNMPTN kemarin diproses untuk penerimaan universitas tersebut, kembali, saya gagal. Namun, yang saya yakini adalah, hal yang membuat kegagalan itu adalah hati saya yang kurang mantap akibat kecewa SNMPTN dan kesalahan saya dalam menentukan pilihan (saat itu, saya memilih pilihan yang salah, passing grade fakultas yang saya pilih waktu itu terlampau tinggi). Oke, saya kembali bangkit dan kebangkitan saya jauh lebih cepat dari yang pertama.

Saya yakin yang pertama dan kedua itu masalahnya sama, bukan rejeki dan masalah lain yang telah saya ceritakan di point kedua.

Ketiga, saya mengikuti ujian tertulis untuk mendapatkan beasiswa luar negeri setelah sebelumnya saya lulus pada seleksi berkas yang menyingkirkan ribuan peserta. Alhamdulillah, kembali saya kuatkan mental dan bersemangat. Keyakinan saya teguhkan dan kembali belajar keras. Namun, kembali saya meratapi layar laptop, tetapi bedanya, tidak dengan air mata. Saya hanya termangu melihat nama saya tidak terpampang dalam daftar peserta yang lulus dalam tes tertulis. Oke, saya kembali bangkit dan kemudian menuliskan post ini.

Saya yakin, saya bukan satu-satunya orang  yang meraih kegagalan seperti ini. Maka dari itu, saya tidak ingin menyerah, terlebih pada dunia. Saya mungkin kecewa, frustasi, bahkan marah, pada diri saya. Namun apa daya, saya tidak punya kuasa lebih untuk itu. Saya tidak ingin dianggap rendah karena saya menyerah. Tuhan melihat saya 24 jam, lebih daripada CCTV ataupun satpam suatu gedung, sungguh rugi bila saya terlihat menyerah.

Saya tidak ingin sok jago bagi kalian yang sedang patah semangat, tapi hanya ingin mengatakan bahwa kalian tidak sendirian sebagai orang gagal, maka jangan merasa bahwa Anda adalah makhluk paling malang sedunia. Tuhan dengan ciptaannya bernama "dunia" hanya sedang menguji Anda, pantaskah sebenarnya Anda berada di sini? Oleh karena itu, saya mohon tegaklah dan jangan anggap diri Anda paling malang. Malah, coba Anda pikirkan bahwa Anda adalah salah satu orang beruntung karena Anda menerima tantangan terhormat dari Tuhan. Siapkan mental dan hati Anda menghadapi dunia serba-serbi ini. Bersama orang lain yang sering gagal namun sukses pada akhirnya, bukankah kita harusnya malu karena menyerah?

Saya masih punya plan b, plan c, dan banyak lagi "plan" untuk melanjutkan perjalanan saya dalam menghadapi dunia dan menggapai tujuan saya. Apa Anda begitu juga?

Anda boleh kecewa, Anda boleh frustasi, stress, tapi hanya sekarang, dan tidak di masa depan.

Oke, hanya itu saja yang saya tulis kali ini. Saya tidak ingin membuat Anda bosan lebih lama dalam membaca tulisan saya. Satu itu saja, jangan menyerah!

Sebagai seorang yang masih "muda", saya sering mendapat wejangan dari teman-teman sesama para "yang muda" bahwa kita jangan membuang masa muda kita. Dan bagi saya, cara saya dalam menyelamatkan masa muda dari "pembuangan" itu adalah dengan cara tidak menyerah. Jangan mau dibuang, kawan! Ayo bangkit!


XOXO
Minmy
\(^o^)/

Minggu, 23 Oktober 2011

iThought #1 : SEAGames

Finally setelah sekian lama melanglang buana di dunia blog, akhirnya blog ini sudah bisa mencapai tahun ke-3 pembuatannya. Well, cukup terharu juga karena blog ini sudah mengeluarkan begitu banyak post dan begitu banyak hal yang sudah saya bicarakan di sini. Ok, jadi kali ini saya mau bicara tentang Palembang dan SEAGames yang kalau dihitung-hitung udah kurang dari sebulan lagi pelaksanaannya.

Saat diumumkan bahwa Palembang bakal jadi salah satu tempat pelaksanaan, pembukaan dan penutupan SEAGames 2011, saya tidak terlalu kaget. Hal itu mengingat bahwa keinginan itu sudah lama dibicarakan Gubernur Sumatera Selatan di beberapa kesempatan. Saya mengetahui ini secara tidak sengaja saat ditugaskan sekolah menjadi salah satu member paduan suara SMA tempat saya menuntut ilmu. Meski pada awalnya, saya sempat tidak percaya. Rasa pesimis bahkan sudah duluan menerjang batin saya, mengingat meski Palembang lebih luas dari Jakarta, tapi Palembang tidak semaju kota Jakarta. Aneh rasanya bila acara yang begitu "Internasional" tersebut harus dilaksanakan di kota ini, apalagi sangat jarang sebuah acara berskala internasional seperti itu dilaksanakan di kota yang jauh dari ingar-bingar Pulau Jawa. Jelas saya merasa hal ini sungguh aneh.
Tapi sebagai penduduk kota yang baik, saya mencoba berpikir positif. Meski Palembang tidak se-"wah" kota besar seperti Jakarta, setidaknya Palembang menawarkan sesuatu yang "wah" dibanding Jakarta.

Setelah sekian lama pembangunan venue SEAGames, muncullah beberapa masalah, entah itu berupa hujatan dan aksi pro-kontra, bahkan parahnya hal ini beranjak menjadi masalah berskala nasional. Masalahnya jelas dari dana dan pembangunan venue yang tak kunjung jadi.
Dulu, sekitar bulan Mei, pemerintah Sumatera Selatan sudah menjamin pembangunan venue sudah mencapai 70-80% dan pada bulan Juli atau Agustus, venue-venue itu sudah diujicobakan. Namun sayang, jaminan itu tidak terbukti, toh sampai sekarang, pembangunan venue tersebut nggak kunjung tuntas. Padahal acaranya sudah kurang dari sebulan lagi.

Kalian tahu dong kalau Palembang terkenal dengan Sungai Musinya?
Kurang pas rasanya kalo datang ke Palembang tanpa melihat Jembatan Ampera dan Sungai Musi. Tapi tahukah kalian kalau ternyata di Palembang ada begitu banyak sungai yang mengalir?
Di beberapa jalanan penting di Palembang, mengalir begitu banyak sungai. Sungai-sungai ini sebenarnya indah, hanya saja karena kurangnya perhatian pemerintah dan "juga" warga kota Palembang, keindahan sungai ini tidak tergali dengan baik. Sungai-sungai ini terkesan jorok dan kotor. Entah karena di sekitar sungai terdapat pemukiman penduduk, sungai ini jadi penuh dengan sampah dari rumah tangga. Banyak oknum yang secara sengaja membuang sampah di sungai tersebut. Duh, sayang sekali, padahal Palembang cukup berpotensi lho mempunyai sungai-sungai indah yang bisa dijadikan tempat pariwisata.

Pernah suatu ketika saat saya hendak pergi ke suatu tempat, saya melihat seorang ibu-ibu dengan tenangnya membuang sekantung plastik besar sampah ke sungai dengan melemparnya begitu saja. OMG! Kenapa kalian dengan teganya merusak salah satu aset pariwisata yang seharusnya bisa dimanfaatkan wong Palembang. Ckckck...

Kebetulan, saya tinggal di daerah Sekip, Palembang. Dan rumah saya cukup dengan dengan salah satu sungai di Palembang, berikut fotonya :


Kotornyaaa.... :'( Bisa lihat kan seberapa kotornya?

Andai, pemerintah juga memperhatikan hal ini. Maksud saya, Palembang seharusnya bisa menggali pariwisatanya lebih lanjut dengan memanfaatkan hal-hal kecil, termasuk masalah sungai ini. Ayolah Palembang, selain mulai membangun hal baru, bukankah akan lebih baik bila ikut "mendaur-ulang" hal lama menjadi baru?

Ayo, Palembang bisa kok!
Palembang 화이팅*!!!
がんばって** Palembang!



Catatan :
*Hwaiting (Bahasa Korea) = semangat!
**Ganbatte (Bahasa Jepang) = Semoga beruntung!